Disini saya akan memaparkan perbedaan antara litigasi dan APS beserta contoh kasusnya. Silahkan disimak gengs! Btw, kalo tabel dibawah menghalangi mohon maap yakkk.. tapi masih keliatan kok .
Perbedaan Litigasi dan APS
Karakteristik
|
Litigasi
|
Mediasi
|
Negosiasi
|
Bentuk Sikap
|
Tidak Sukarela
|
Sukarela
|
Sukarela
|
Pemutus Pekara
|
Hakim
|
Para Pihak
|
Para Pihak
|
Kekuatan
Putusan
|
Mengikat, dapat dibanding dan setelah
final berkekuatan eksekutorial
|
Mengikat (kontrak/pacta sunt
servanda), namun tidak punya kekuatan eksekutorial
|
Mengikat (kontrak/pacta sunt
servanda), namun tidak punya kekuatan eksekutorial
|
Sifat
|
Terbuka
|
Tertutup
|
Tertutup
|
Jangka Waktu
|
6 bulan – 5 tahun
|
Berdasarkan kesepakatan para pihak
|
Berdasarkan kesepakatan para pihak
|
Prosedural
|
Formal (KUH perdata, HIR dan RV)
|
Informal
|
Informal
|
Biaya
|
Mahal
|
Relatif lebih murah
|
Relatif lebih murah
|
Pihak Terkait
|
Hakim (selalu)
|
Mediator
|
Para pihak dan/atau Negosiator
|
Jenis-Jenis
Alternatif Penyelesaian Sengketa
1.
Mediasi
Mediasi merupakan suatu prosedur
penengahan dimana seseorang bertindak sebagai “kendaraan” untuk berkomunikasi
antar para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut
dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya
suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak sendiri.[2]
Karakteristik Mediasi
Pada
dasarnya penyelesaian sengketa melalui mediasi memiliki karakteristik atau
unsur-unsur sebagai berikut :
1. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan
perundingan2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.
4. Mediator bersifat pasif dan hanya dan hanya berfungsi sebagai fasilitator dan penyambung lidah dari para pihak yang bersengketa, sehingga tidak terlibat dalam menyusun dan merumuskan rancangan atau proposal kesepakatan.
5. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung.
6. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.[3]
·
Mediasi-Arbitrase (Med-Arb)
Med-Arb merupakan bentuk kombinasi penyelesaian sengketa antara mediasi dan arbitrase atau merupakan proses penyelesaian sengketa campuran yang dilakukan setelah proses mediasi tidak berhasil. Jika para pihak tidak mencapai kesepakatan secara mediasi, mereka dapat melanjutkan pada proses penyelesaian sengketa melalui prosedur arbitrase.
Med-Arb merupakan bentuk kombinasi penyelesaian sengketa antara mediasi dan arbitrase atau merupakan proses penyelesaian sengketa campuran yang dilakukan setelah proses mediasi tidak berhasil. Jika para pihak tidak mencapai kesepakatan secara mediasi, mereka dapat melanjutkan pada proses penyelesaian sengketa melalui prosedur arbitrase.
Caranya sebelum sengketa diajukan kepada arbitrator, terlebih dahulu diajukan kepada mediator. Mediator membantu para pihak untuk melakukan perundingan guna mencapai penyelesaian. Jika tidak mencapai kesepakatan, maka mediator memberikan pendapat agar penyelesaian sengketa tersebut diajukan kepada arbitrator. Yang dapat bertindak sebagai arbitrator bisa mediator yang bersangkutan atau orang lain. [5]
2.
Negosiasi
Negosiasi adalah komunikasi 2 arah
yang dirancang untuk mecapai ksepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki
kepentingan yang sama maupun berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi
pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa
keterlinatab pihak ketiga sbagai penengah, baik yang tidak berwwenang untuk
mengambil keputusan (mediasi) maupun yang berwenang untuk mengambil keputusan
(arbitrase)[6]
1. Pihak-pihak yang mempunyai program
atau pihak pertama melakukan penyampaian dengan memakai kalimat yang santun,
jelas, dan terinci.
2. Pihak dari mitra bicara menyanggah
mitra bicara dengan tetap menghargai maksud pihak pertama.
3. Pemilik kegitan (program) mengemukakan
argumentasi dengan memakai kalimat yang santun dan meyakinkan mitra bicara
dengan disertai alasan yang logis.
4. Terjadi pembahasan dan kesepakatan
untuk terlaksananya program negosiasi.
3. Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang
berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian. Namun, Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas
pengertian dari konsiliasi. Akan tetapi, rumusan itu dapat ditemukan dalam
Pasal 1 angka 10 dan alinea 9 Penjelasan Umum, yakni konsiliasi merupakan salah
satu lembaga alternatif dalam penyelesaian sengketa.
Sementara itu, mengenai konsiliasi disebutkan di dalam
buku Black’s Law Dictionary,
“Conciliation is the adjustment and settlement ofa dispute in a friendly, unantagonistic manner used in courts before trial with a view towards avoiding trial and in labor dispute before arbitrarion. Court of Conciliation is a court with propose terms of adjusments, so as to avoid litigation.”
“Conciliation is the adjustment and settlement ofa dispute in a friendly, unantagonistic manner used in courts before trial with a view towards avoiding trial and in labor dispute before arbitrarion. Court of Conciliation is a court with propose terms of adjusments, so as to avoid litigation.”
Namun, apa yang disebutkan dalam Black’s Law
Dictionary pada prinsipnya konsiliasi merupakan perdamaian sebelum sidang
peradilan (litigasi).Dengan demikian, konsiliator dalam proses konsiliasi harus
memiliki peran yang cukup berarti. Oleh karena itu, konsiliator berkewajiban
untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya mengenai duduk persoalannya.
Dalam menyelesaikan perselisihan, konsiliator memiliki
hak dan kewenangan untuk menyampaikan pendapat secara terbuka dan tidak memihak
kepada yang bersengketa. Selain itu, konsiliator tidak berhak untuk membuat
putusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak sehingga keputusan akhir
merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam
sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan di antara mereka.
Contoh kasus tentang Mediasi
Kasus Ny Minah, warga Desa Darma kradenan Kecamatan
Ajibarang Banyumas Jawa Tengah adalah
Nenek pencuri tiga biji bibit kakao di perkebunan PT Rumpun Sari Antan. Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto, menjatuhkan vonis satu bulan 15 hari dengan
masa percobaan 30 hari. Dirinya dijerat pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana tentang pencurian dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Putusan Majelis dalam menjatuhkan putusan lebih ringan dari tuntutan jaksa
penuntut umum yang menuntutnya dengan hukuman penjara enam bulan penjara.
Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada
terdakwa hukuman penjara selama 15 hari dengan masa percobaan 30 hari. Meski
dalam amar putusannya hakim majelis menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian. Namun hakim berpendapat
bahwa perkara pencurian yang dilakukan
oleh Ny Minah ini karena terdorong oleh kemiskinan. Hal tersebut merupakan
gejala yang tidak diberdayakannya masyarakat setempat disekitar PR RSA IV
sehingga menimbulkan ketimpangan dan kecemburuan sosial.
Fenomena kasus Minah ini menarik perhatian masyarakat,
karena menyentuh inti kemanusiaan, melukai keadilan rakyat. Seharusnya perkara
ini tidak perlu dimejahijaukan karena cukup dilakukan dengan musyawarah. Lagi
pula tiga biji benih kakao untuk ditanam kembali tidak sampai merugikan PT RSA.
Apalagi Minah telah lanjut usia, terdakwa merupakan petani kakao yang tidak
punya apa-apa. Tiga butir buah kakao sangat berarti bagi petani untuk dijadikan
bibit dan bagi perusahaan jumlah tersebut tak berarti.
Dapat kita
lihat bahwa mediasi untuk meringankan hukuman Ny Minah dari 5 tahun penjara
menjadi 15 hari dengan masa percobaan 30 hari. Seharusnya kasus seperti ini
tidak perlu sampai ke peradilan. Namun Hukum di Indonesia tetap berlaku.
[1] Dr. Frans Hendra Winarta, S.H.,
M.H, Hukum Penyelesaian Sengketa
Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, Sinar Grafika, Jakarta,
2011, hlm. 30
[2] John W.Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Proyek Elips, Jakarta, 1997, hlm. 42
[3]
Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa , 2008,
Gama Media, Yogyakarta, hal. 59
[4]
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa
Internasional, 2006, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 35.
[5]
Bambang Sutiyoso, Op.Cit , hal.
39
[6] Suyud Margono, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan
Aspek Hukum, Cet ke-2, PT Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hlm. 49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar